Menghadapi Putusan MK, Imam Syafi’i Menggagas Agar Sekolah Swasta ‘Dinegerikan’.

SURABAYA – HKNews.info : Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan dasar gratis untuk jenjang SD dan SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta, gregetnya langsung menyentuh ke segenap pemerintah daerah di antero nusantara.
Sebagaimana diketahui, putusan ini diambil sebagai upaya untuk menjamin pemenuhan hak atas pendidikan dasar bagi seluruh anak Indonesia. Apalagi salah satu point penting dalam putusan MK ini, adalah “Pendidikan Gratis”. Yakni, MK mewajibkan pemerintah untuk membiayai Pendidikan dasar SD dan SMP. Baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun oleh masyarakat (swasa).
Tak kecuali Pemerintah Kota Surabaya, yang diketahui sejak beberapa periode pemerintahan berjalan, telah menerapkan pendidikan gratis bagi siswa SD Negeri dan SMP Negeri, serta bantuan kepada para siswa yang bersekolah di lembaga pendidikan swasta, meski dengan persyaratan mutlak berupa keharusan ber-KTP Surabaya. Konon Pemerintah Kota Surabaya telah ‘ancang – ancang’ membangun tiga SMP Negeri baru dari lima yang direncanakan.
Namun begitu, Drs. Imam Syafi’i, SH, MH, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya dari Fraksi Nasdem, tak kurang menyoroti hal penting bagi pendidikan SD dan SMP di Surabaya, dalam kaitannya implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“Jadi menurut saya begini, tahun ini kan rencananya pemerintah kota akan membangun tiga SMP negeri baru dari rencana lima ya, karena dengan banyak pertimbangan lah ya, sehingga dibutuhkan tiga SMP Negeri baru tersebut. Tapi, kalau lah itu belum dimulai, saya mengusulkan atau mengimbau sebaiknya prosesnya distop saja dulu. Tujuannya apa ? Ini biar sinkron dengan Putusan MK !” ucapnya, kepada awak media di DPRD Kota Surabaya, Selasa sore (1/7/2025).
Terkait putusan MK yang mewajibkan pemerintah menggratiskan sekolah SD dan SMP negeri maupun swasta di Indonesia, sudah tentu pemerintah pusat akan membuat payung hukumnya.
Putusan MK tersebut juga berdampak pada revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya terkait frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” (dilansir dari BBC).
Nah, menurut Imam Syafi’I, untuk Surabaya dari pada pemerintah kota membangun tiga SMP Negeri baru, yang anggarannya bisa mencapai antara Rp 20 miliar sampai Rp 22 miliar, akan lebih baik memberdayakan sekolah – sekolah swasta yang kwalitasnya menengah itu menjadi setaraf seperti sekolah negeri. “Atau istilahnya menegerikan (tanda kutip) sekolah swasta,” terangnya.
Warga Surabaya yang meminta dibangunkan sekolah negeri, dipandang Imam, pada hakekatnya menginginkan sekolah gratis yang berkwalitas. Tidak bedanya dengan sekolah swasta yang ‘dinegerikan’.
“Sudah tentu guru – gurunya dibayar oleh APBD,” kata Imam, seraya mencontohkan program ini sudah diterapkan di Jakarta dengan kontrak kerja individual yang penting sesuai UMK. Guru-gurunya, lanjut Imam, ada kontrak dengan pemerintah kota, bisa kontraknya tiap bulan lah, karena ini seperti barang dan jasa. Kalau sudah disetujui, ya kita jalan.
Berbicara soal membangun sekolah baru, kata Imam, dibutuhkan waktu sedikitnya 6 bulan hingga sekolah yang baru bisa dipakai, namun masih ada persoalan yakni menyiapkan guru – gurunya. “Sekolahnya sudah jadi tapi belum ada guru – gurunya, kan percuma…!”
Di sisi lain saat ini Surabaya masih banyak kekurangan guru SD Negeri dan SMP Negeri, masih menunggu (guru – guru) yang masuk status P3K dan masih menunggu (guru – guru) yang antri pengangkatan sebagai pegawai negeri.
Sedangkan di sekolah – sekolah swasta yang masih eksis itu telah memiliki guru – guru yang siap mengajar peserta didik baru. Jadi, kata Imam menekankan, dari pada bikin sekolah lebih baik ‘menegerikan’ sekolah – sekolah swasta yang eksis dengan kwalitas menengah.
“Mereka tetap sekolah swasta, tapi fasilitas-fasilitas, baik sarpras maupun gaji guru yang penting UMK, itu dibiayai oleh APBD. Sehingga nanti gratis semua di situ. Tidak harus seluruh Surabaya. Nanti mungkin akan ada pilihan beberapa sekolah SMPN-SMPN. Saya membayangkan dengan keputusan MK itu, nanti anggaran pendidikan akan meningkat. Karena itu mulai sekarang harus dipikirkan, biar tidak overlap. Semuanya bisa sinkron,” tutur Imam.
Imam memandang hal ini perlu diterapkan, karena diketahui sekolah – sekolah swasta itu masih mengutip SPP siswa – siswanya dengan nilai bervariasi, ada yang rendah, sedang, bahkan ada yang tetap tinggi (dibawah Rp 500.000,-), padahal sudah mendapatkan BOS dan BOPDA. “BOS itu mewakili siswa. Dan BOPDA untuk sekolahnya, tidak untuk guru – gurunya karena itu sekolah swasta,” katanya, seraya menambahkan soal fasilitas – fasilitas sekolah swasta yang ‘dinegerikan’ perlu disamakan dengan sekolah negeri.
Dengan adanya sekolah swasta yang ‘dinegerikan’, orang akan memilih (menyekolahkan anaknya) di situ, yang penting dekat dengan rumah dibanding sekolah negeri yang jauh dari domisili. Apalagi sekolah swastanya bagus, tak bedanya dengan sekolah negeri dan gratis lagi.
Yang pasti untuk penerapan sekolah swasta yang ‘dinegerikan’ ini biayanya akan lebih murah dari pada membangun sekolah baru, ditambah lagi dengan menggratiskan SPP siswa di sekolah swasta. “Yang jelas lebih efisien lah !” tegas anggota Badan Kehormatan DPRD Kota Surabaya, ini.
Pertanyaannya, akankah sekolah – sekolah swasta itu bersedia untuk ‘dinegerikan’ ? “Oh ya sangat bersedia… apalagi sekolah – sekolah swasta yang kondisinya seperti ‘hidup segan mati tak mau’ karena ada problema – problema yang dihadapi. Dan dengan adanya putusan MK ini yang harus menggratiskan biaya sekolah di SD maupun SMP. Maka hal ini bisa menjadi solusi,” pungkas Imam Syafi’i. (yok)