Tampung Aduan Warga Pacarkeling, Komisi C DPRD Surabaya Imbau PT KAI Daop 8 Taati Hukum

SURABAYA – HKNews.info : Komisi C DPRD Surabaya sepakat memberikan pendampingan dan memperjuangkan masyarakat Pacarkeling, Surabaya, yang diperlakukan secara tidak manusiawi dan cenderung main hakim sendiri, ‘dieksekusi’ tanpa landasan hukum yang jelas dan diusir dari lahan yang mereka tempati selama ini.

Hal ini terungkap dalam rapat Komisi C saat menerima pengaduan dari warga Pacarkeling, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, Senin (23/12/2024). Mereka datang didampingi APRTN (Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara) dengan Koordinatornya, Ahmad Syafii, mengadukan, baru saja salah seorang warga di Kelurahan Pacarkeling, yang beralamat di Jalan Penataran No.7, didatangi segerombolan orang tanpa basa – basi melakukan ‘eksekusi’ mengusirnya dari rumah dan melemparkan barang – barangnya keluar rumah. Mereka mengaku dari PT KAI Daop 8 Surabaya yang datang dengan dalih melakukan penertiban. Peristiwa ini terjadi pada pagi dini hari subuh tanggal 12 Desember 2024.
“Ini sudah terjadi pengusiran ketiga kalinya, tanpa ganti rugi. Yang pertama dan kedua, terjadi pada warga di Jalan Gerbong 11 dan di Jalan Prambanan 4. Ketiga, terjadi terhadap harga yang tinggal di Jalan Penataran Nomor 7, yang menolak diusir pihak PT KAI berhubung sudah lama menempati persil tersebut,” ungkap Ahmad Syafii, Koordinator APRTN, seraya menambahkan, sebelum subuh aliran listrik rumah sudah diputus hingga suasana gelap. Saat kejadian tampak aparat keamanan berjaga di lokasi, namun tidak melarang gerombolan itu melakukan eksekusi.
Oleh karena itu, pihaknya bersama warga datang ke Komisi C DPRD Surabaya karena yakini bahwa wakil – wakil rakyat masih konsisten dalam memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi rakyat.
Seperti diketahui, warga Pacarkeling telah melakukan gugatan terhadap PT KAI dalam sengketa tanah diantara kedua pihak, ke pengadilan, yang proses hukumnya hingga kini masih berjalan.
Namun sungguh ironi bila salah satu BUMN ini nekat melanggar hukum main hakim sendiri melakukan penggusuran secara sepihak, sedangkan perkaranya masih berlangsung di pengadilan. Sedangkan warga menantikan kepastian hukum, dan bersedia mentaati apa pun yang menjadi putusan hukum dari pengadilan, atas gugatan tersebut.
“Kami semua rata – rata tinggal di situ sudah puluhan tahun hingga generasi ke dua bahkan ke tiga. Soal hak atas lahan yang menjadi polemik hingga kini, apakah menjadi hak negara atau hak sudah diserahkan ke PT KAI, ini kan masih belum jelas. Sedangkan kita kan sedang berproses untuk mencari kepastian hukum bagi lahan yang saat ini menjadi sengketa antara warga dengan PT KAI,” kata Ahmad Syafii.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, mereson pengaduan warga itu, menegaskan, bahwa masyarakat ini harus betul – betul didampingi dan diperjuangkan, karena ada permasalah hukum di dalamnya.
“Pertama, mereka sedang dalam proses hukum terkait sengketa ini maka harusnya secara hukum tidak boleh ada eksekusi penggusuran dan lainnya, itu yang kami dari Komisi C sepakat untuk memperjuangkan warga. Kedua, dasar hukum yang dipakai oleh PT KAI untuk melakukan eksekusi itu pun tidak jelas, mereka sebutkan Peraturan Menteri nomor 14/2014 itu tidak terkait dalam permasalahan ini sama sekali, ditanya pasal – pasalnya juga tidak paham. Lalu beralih ke Permen nimor 3, jadi betul – betul mereka tidak menguasai hukum tapi sudah melakukan proses hingga mengeksekusi warga. Bukan kali ini saja, terlalu banyak permasalahan yang tidak tuntas dengan PT KAI,” ungkapnya.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan, pun tegas mengatakan, bahwa selama ini PT KAI selalu melakukan langkah – langkah yang diluar koridor hukum.
“Termasuk dalam kasus di Jalan Penataran 7 itu sebetulnya kan masih proses gugatan di pengadilan tapi PT KAI langsung melakukan pengambilalihan secara paksa bahkan dilakukan pada pagi – pagi subuh jam 5 itu mereka datang bersama pihak – pihak yang diduga tidak mampunyai wewenang untuk melakukan pengambilalihan rumah sekaligus persilnya tersebut.

Padahal dalam aturannya, untuk pengambilalihan atau eksekusi itu harus ada juru sita pengadilan dan berdasarkan ketetapan dari ketua pengadilan, tapi hal ini tidak diindahkan oleh PT KAI,” tutur Eri Irawan.
Diungkap, saat kejadian gerombolan orang yang mengaku dari pihak PT KAI Daop 8 itu tidak hanya mengusir penghuni rumah, tapi juga melemparkan kasur dan barang perabotan lainnya ke luar rumah. Kekejian ini juga akan dilaporkan warga ke kepolisian dengan tuduhan pengrusakan.
Pada saat ‘dieksekusi’ warga cenderung tidak melakukan perlawanan, karena mereka datang dengan mengerahkan orang – orang yang diduga bukan merupakan bagian dari PT KAI. “Sudah kita cross cek bahkan ada videonya, kita sangat menyesalkan,” tegas Eri.
“Maka tadi ada kesepakatan Komisi C antara lain, pertama PT KAI tidak boleh melakukan pengambilalihan atau eksekusi sampai adanya Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kedua, terhadap warga yang sudah diusir, dalam tiga hari kerja harus dikembalikan ke rumah jl penataran no.7. Ketiga, kedepan tidak boleh lagi ada penggunaan intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap warga yang menempati tanah yang masih dalam obyek snegketa,” ucapnya.
Pihak PT KAI sendiri dalam rapat tidak memberikan penjelaran yang clear. Pertama, soal status tanah, PT KAI hanya menunjukkan status keterangan pengelolaan tanah yang bukan merupakan bukti hak milik.
Kedua, PT KAI tidak mendasarkan setiap aktifitasnya pada keputusan hukum, melainkan hanya berdasarkan asumsi bahkan tadi bagian hukum PT KAI hanya menyatakan “ini berdasarkan kasus yang lama… seperti ini.” Sedangkan antara kasus satu dengan lainnya tidak sama.
Ketiga, PT KAI tidak mampu menunjukkan dasar peraturan menteri yang dijadikan alat untuk melakukan penertiban.
“Saya yakin, di dalam peraturan menteri BUMN mana pun, bisa dicek, tidak ada yang namanya model inventarisasi atau penertiban aset BUMN itu diharuskan dengan cara – cara kekerasan seperti itu. Jadi PT KAI dalam hal ini Daop 8 melanggar atau tidak mematuhi perintah Menteri BUMN Erick Tohir dan perintah Presiden Prabowo untuk selalu humanis pada penyelesaian masalah – masalah dengan masyarakat,” kata Eri, seraya menambahkan DPRD Surabaya akan berkolaborasi dengan DPR RI daam membela hak – hak masyarakat.

Sementara itu, salah seorang warga Pacarkeling, yang juga selaku praktisi hukum, Usman, SH, mengaku lega akan hasil pertemuan warga dengan Komisi C DPRD Surabaya, yang melahirkan beberapa kesepakatan.
“Ini merupakan jalan keluar terbaik karena pertama disepakati mematuhi penegakan hukum. Untuk selanjutnya, selain kami berkoordinasi dengan Komisi C DPRD Surabaya, kami akan melakukan upaya hukum dengan melaporkan oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab itu ke kepolisian,” kata Usman, yang mengimbau pihak PT KAI agar hormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Kepada warga masyarakat, saya serukan tetap semangat, pertahankan apa yang sekarang masih dikuasai itu, selama itu menjadi kepastian hukum bagi masyarakat tetap kita harus bergerak dan kita lawan,” seru Usman. (yok)