Halo SurabayaHeadlineHukrim

Aparat ‘Terintimidasi’ Jurnalis Abal – Abal, PWI Jatim Angkat Bicara

Ketua PWI Jatim : “Jalur hukum pidana atau UU ITE dapat digunakan sebagai langkah terakhir !”

SURABAYA — HKNews.info : Fenomena menjamurnya wartawan abal-abal yang marak beroperasi di sejumlah kantor kepolisian, termasuk di wilayah hukum Polres Pelabuhan Tanjung Perak, memicu keresahan di kalangan aparat penegak hukum. Bukan hanya menimbulkan ketidaknyamanan, namun juga mencoreng citra profesi jurnalis yang selama ini dikenal sebagai pilar keempat demokrasi di negeri ini.

Salah satu perwira menengah, AKP Heri Iswanto selaku Kapolsek Semampir, mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik oknum yang mengaku-ngaku sebagai wartawan, namun tidak memiliki latar belakang jurnalistik yang memadai. Bahkan, menurutnya, banyak dari mereka justru kerap memanfaatkan label “pers” untuk menekan pihak-pihak tertentu, hingga ujung-ujungnya “sanggup”.

Kapolsek Semampir, AKP Heri Iswanto

“Banyak laporan dari masyarakat, mereka datang tiba-tiba, seolah-olah jadi wartawan kok gampang banget. Logonya ada, rompi ada, langsung ngaku-ngaku. Padahal, ujung-ujungnya minta sanggup. Ini sangat meresahkan dan mencoreng nama baik rekan-rekan media yang benar-benar bekerja sesuai kode etik,” ujar AKP Heri kepada HKNews, Senin (21/7/2025).

Ia menambahkan, banyak dari wartawan gadungan ini tidak memahami proses hukum penyidikan, hingga tahapan peradilan. Namun, mereka nekat melakukan intervensi, bahkan terkesan menggurui penyidik. Mereka pun kerap menerobos masuk ke lembaga pendidikan, instansi pemerintah, bahkan perusahaan-perusahaan dengan dalih melakukan peliputan, padahal tujuannya lain.

“Kami ini aparat negara ingin ada pegangan yang jelas, mungkin dari PWI atau Dewan Pers, agar bisa membedakan mana yang media sungguhan dan mana yang abal-abal. Karena kalau dibiarkan, ini bisa mencoreng citra baik dunia pers nasional,” tegas AKP Heri, yang juga mengeluh karena kinerjanya terganggu oleh ulah mereka.

Menanggapi hal itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Lutfil Hakim, memberikan penjelasan yang tegas dan terukur. Menurutnya, polisi perlu tetap fokus pada tugasnya secara profesional, presisi, dan proporsional agar tidak ada celah bagi pihak manapun—termasuk media—untuk menjatuhkan reputasi institusi kepolisian.

“Semua media berhak mencari informasi untuk kebutuhan pemberitaan sesuai UU Pers, tentunya dengan menjunjung prinsip-prinsip jurnalistik dan profesionalisme. Di sisi lain, pihak-pihak yang dimintai konfirmasi, termasuk polisi, juga wajib memberikan informasi yang benar dan profesional,” tegas Lutfi.

Ia menambahkan bahwa dalam dunia jurnalistik terdapat mekanisme penyelesaian jika terjadi sengketa pers. Apabila pemberitaan dirasa tidak sesuai dengan fakta atau kaidah jurnalistik, maka pihak yang dirugikan bisa melaporkan ke Dewan Pers. Namun, jika media yang bersangkutan tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan pers dan menyebarkan berita bohong atau hoaks, maka jalur hukum pidana atau UU ITE dapat digunakan sebagai langkah terakhir.

Fenomena wartawan abal-abal harus ditanggapi secara bijak dan profesional. Dibutuhkan sinergi antara aparat penegak hukum, masyarakat, dan organisasi pers seperti PWI untuk menertibkan oknum-oknum yang merusak tatanan informasi publik. Di era keterbukaan informasi saat ini, peran media sangat vital, namun harus diimbangi dengan integritas, pendidikan jurnalistik, dan legalitas yang sah. Jika tidak, maka kebebasan pers yang diperjuangkan dengan susah payah justru menjadi alat pembenaran untuk tindakan menyimpang. (yok)

Related Articles

Back to top button