Halo SurabayaPolitik

DPRD Surabaya Sesalkan Lemahnya Pengawasan dan Perlindungan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota.

Komisi D Ingatkan : “Penghancuran bangunan bersejarah tanpa dasar yang sah harusnya ditindak secara hukum !”

SURABAYA – HKNews.info : Komisi D DPRD Kota Surabaya menuding hancurnya bangunan cagar budaya di kawasan Jalan Raya Darmo 30, Surabaya, sebagai tragedy yang fatal. Sedangkan cagar budaya ini erat kaitannya dengan sejarah Kota Pahlawan. Saat sidak ke lokasi pada Selasa (2/06/2025), komisi yang membidangi urusan kebudayaan dan kesejahteraan rakyat, ini mendapati bangunan cagar budaya yang mestinya dilindungi itu telah rata dengan tanah.

dr. Akmarawita Kadir

Sidak dipimpin oleh Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dan diikuti oleh beberapa anggota komisi lainnya. Mereka menyatakan keprihatinan dan kekecewaan mendalam atas musnahnya bangunan bersejarah tersebut.

Salah satu suara datang dari dr. Michael Leksodimulyo, anggota Komisi D. Ia secara tegas menyebut kondisi bangunan itu “hancur lebur”, sebuah gambaran nyata dari kegagalan perlindungan cagar budaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Hancur lebur, tempat cagar budaya yang harusnya dilindungi, sekarang hancur lebur. Kami mempertanyakan, apakah pembongkaran ini sudah mengantongi izin dari Pemkot? Kalau belum, ini sangat fatal,” ujarnya kepada pers seusai sidak.

Lebih jauh, dr. Michael menyoroti belum adanya mekanisme kompensasi yang jelas bagi pemilik bangunan cagar budaya. Ia mengusulkan agar Pemkot Surabaya meniru sistem di negara-negara lain, di mana bangunan bersejarah dibeli oleh pemerintah atau diberikan insentif tertentu agar tetap terjaga. “Jangan sampai pemilik bangunan dirugikan karena rumahnya tiba-tiba dicap sebagai cagar budaya, lalu tidak bisa dijual, tidak bisa dimanfaatkan, tanpa ada solusi. Harus ada pendekatan dua arah, bukan pemaksaan,” katanya.

Ia juga mempertanyakan efektivitas hukum yang berlaku terkait pelanggaran terhadap bangunan cagar budaya. Menurutnya, penghancuran bangunan bersejarah tanpa dasar yang sah harus dapat ditindak dengan hukum yang jelas dan tegas. “Kami akan mengkaji kembali peraturan hukumnya. Bila sudah ada, seberapa kuat implementasinya? Jika belum, maka ini adalah momen yang tepat untuk memperbaiki sistem perlindungan sejarah kita,” tegas Michael.

Wakil Ketua Komisi D, Lutfiyah, menambahkan bahwa ini bukan pertama kalinya kejadian semacam ini terjadi di Surabaya. Ia menyinggung kasus serupa sebelumnya, seperti bangunan rumah radio yang juga sempat ramai diperbincangkan namun berakhir tanpa kejelasan. Lutfiyah menilai lemahnya pengawasan dan komunikasi antar pihak menjadi titik lemah yang harus segera dibenahi.

Saat ini, Komisi D tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang kebudayaan. Namun sayangnya, Raperda tersebut lebih menitikberatkan pada nilai-nilai perjuangan seperti kejuangan dan aksara, bukan secara spesifik pada perlindungan fisik bangunan bersejarah. Kasus di Jalan Darmo ini menjadi alarm keras agar perlindungan bangunan cagar budaya juga mendapat porsi dalam regulasi yang sedang digodok.

Kehancuran bangunan cagar budaya di Jalan Raya Darmo No. 30 menjadi bukti nyata lemahnya perlindungan sejarah di Surabaya. Seruan DPRD Surabaya menggambarkan urgensi reformasi total dalam pendekatan, regulasi, hingga kompensasi terhadap bangunan bersejarah. Bila pemerintah tidak segera bertindak dan memberikan solusi nyata, maka lambat laun Surabaya akan kehilangan jejak sejarahnya, menyisakan hanya cerita tanpa bukti fisik. Kota Pahlawan layak untuk mempertahankan narasi masa lalunya, bukan membiarkannya hilang satu demi satu. (yok)

Related Articles

Back to top button