Halo SurabayaHeadline

Pemerintah Bersama UNICEF Ajak Media Bersama Perangi Polio

Pentingnya berita berimbang yang mendukung suksesnya Sub-PIN Polio 2024.

SURABAYA – HKNews.info : Kementerian Kesehatan RI maupun UNICEF Indonesia, sangat mengkhawatirkan munculnya kembali pemberitaan yang salah bahkan HOAX terkait Imunisasi Polio. Dokter Nadia dari Kementerian Kesehatan RI bahkan mengungkapkan, bahwa akibat satu pemberitaan saja yang salah atau bahkan hoax, namun begitu cepatnya menyebar bak virus, berakibat terhentinya program imunisasi polio pemerintah bersama UNICEF yang sedang digencarkan.

Sedangkan penyakit Polio bukan hanya mengancam kesehatan, tapi kesejahteraan kita semua. Dampak negatifnya terlalu besar terhadap kemajuan sekitar 80 juta anak Indonesia menuju 2045.

Hal ini terungkap dalam acara “Media Briefing – Pengendalian Kejadian Luar Biasa Polio di Jawa Timur”, yang digelar di Ruang Tarumanegara, lantai 10, Gedung ASEEC / Gedung Syariah UNAIR, Kampus Dharmawangsa B, UNAIR Surabaya, Kamis pagi 18 Januari 2024 kemarin.

Di sinilah dipaparkan bagaimana peran Media dan Influencer dalam pengendalian wabah polio di Jawa Timur.

Dr.-Nadia, Kemenkes-RI

Seperti diungkapkan Dr Nadia dari Kementerian Kesehatan RI. Bahwa telah terjadi kondisi KLB Polio di Bangkalan dan Sampang, Jawa Timur. Namun sentimen pemberitaannya cenderung negatif ya. Ini menyebabkan masyarakat yang membaca literasinya seolah – olah benar ada KLB yang padahal terjadi hanya di dua kabupaten saja. Namun kalau pemberitaannya sentimen negatif terus, akan berdampak pada saat pemerintah baik itu dari pusat maupun Dinas Provinsi dan Kota / Kabupaten melakukan penanganan kasus tersebut seperti saat ini kita lakukan Sub-PIN Polio 2024.

“Pernyataan KLB (Kejadian Luar Biasa) itu bukan berarti kegagalan, tapi adalah respon pemerintah dimana Kemenkes RI bisa mengatasi masalah kesehatan itu dengan cepat. Jangan sampai penyakit itu terlanjur meluas !” tuturnya.

Inilah yang kita sebut sebagai Komunikasi Resiko, seperti dalam Undang – Undang No. 17/2023, bahwa Komunikasi Resiko itu adalah Suatu pemberian informasi edukasi kepada masyarakat serta mobilisasi sosial. Mobilisasi sosial dalam artian bagaimana masyarakat paham untuk mengikuti Sub-PIN 2024 yang saat ini sedang pemerintah lakukan. Jadi ini terintegrasi bersama pemerintah daerah.

Yang kedua, perlu adanya Juru Bicara, agar setidaknya orang itu mendapat penjelasan dari satu kanal orang yang ditunjuk sebagai Juru Bicara dan bisa dihubungi. Oleh karena itu dari Kemenkes RI mendorong Pemerintah Provinsi serta Kabupaten / Kota untuk bagaimana supaya ada yang ditunjuk secara resmi siapa yang punya kewenangan dan kewajiban sebagai Juru Bicara yang dia juga menjawab setiap pertanyaan dari media, sebagai sumber informasi yang valid.

“Informasi tersebut harus disampaikan kepada masyarakat, dengan jelas. Maka itu kita bersama – sama media melakukan sharing informasi terkait pernyataan KLB serta apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi atau merespon situasi KLB tersebut !” pungkasnya.

Prof. Dr. dr. Erwin Astha Triyono, Sp.PD-KPTI., FINASIM, Kadinkes Prov Jatim

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Prof. Dr. dr. Erwin Astha Triyono, Sp.PD-KPTI., FINASIM, menyampaikan, “Kami melihat apa kebijakan dari pusat yang bisa diadopsi dan terjemahkan ke provinsi. Agar nanti tugas kami membantu menerjemahkannya ke kabupaten / kota. Berhadapan dengan media kami harus tahu mana (informasi) yang dibutuhkan, kecepatan atau ketepatan. Media kan maunya cepat, bagi kami kecepatan oke tapi ketepatan data itu penting.

Imunisasi Kejar, salah satunya adalah polio, ini yang menjadi tantangan. Sebetulnya bukan hanya Jawa Timur tapi seluruh Indonesia punya potensi untuk terjadinya KLB.

Mobilisasi penduduk itu mejadi masalah. Negara – negara seperti Afganistan, Pakistan, Yaman sampai sekarang masih edemis polio. Warga negara kita sepulang dari negara – negara tersebut, patut diwaspadai bisa menularkan polio, sehingga penguatan – penguatan di ‘pintu masuk’ itu menjadi sangat penting. Dan bukan hanya terhadap penyakit polio saja tapi juga penyakit lainnya yang sangat rentan karena mobilisasi penduduk. Itu menjadi salah satu dari beberapa penyebab terjadinya di Jawa Timur.

Kinanti Pinta Karana, Spesialis Komunikasi Unicef Indonesia

“Diminta kepada teman – teman media agar berimbang dalam menyajikan berita, yang bukan hanya mendiskriminasi ihwal terjangkitnya penyakit polio di Sampang dan Bangkalan, itu saja, tapi juga mengungkapkan solusi. Bahwa apa yang sudah dilakukan oleh pihak pemerintah dalam menangani kasus tersebut. Mulai dari penetapan KLB, sampai koordinasi dengan semua stakeholder yang sudah terkondisikank Karena kesehatan itu bukan hanya milik dinas, melainkan milik semua lapisan masyarakat,” pesan Prof Erwin.

Hadir pula dalam event ini, selain para awak nmedia juga para influencer dan segenap tim dari UNICEF Indonesia, termasuk Spesialis Komunikasi Unicef Indonesia, Kinanti Pinta Karana.  (yok)

Related Articles

Back to top button