BudayaHalo SurabayaHeadlineJatim

Luncurkan Program BERANI II, Lawan Perkawinan Anak Yang Membudaya !

SURABAYA – HKNews.info : Pelaksanaan konvensi hak anak harus terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, yang ingin meraih predikat internasional sebagai Negara Indonesia Layak Anak. Untuk itu Indonesia masih punya tempo 6 tahun untuk mempertanggung jawabkan dan melaporkan capaian yang sudah dilakukan, salah satunya adalah meyakinkan hak – hak anak dilindungi, termasuk tidak ada perkawinan anak.

Utamanya Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang selama ini getol mempertahankan prestasinya sebagai Provinsi Layak Anak. Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen akan melakukan segala hal untuk melindungi anak – anak termasuk menghentikan atau mengurangi kasus perkawinan anak.

UNICEF bersama Negara Canada, dan mitra lainnya seperi Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim) dan Forum Anak, ingin memastikan bahwa semua cita – cita tersebut tercapai sesuai target yang telah disepakati para pihak. Itu sebabnya sekarang diluncurkan program BERANI II agar tercapai tujuan tersebut bahkan mempercepat pencapaiannya.

Peluncuran program BERANI II (Better Reproductive Health and Rights for All in Indonesia) ini dilakukan LPA Jatim bekerja sama dengan UNICEF yang didukung Pemerintah Kanada, di Hotel Aria Centra, Surabaya, Rabu (24/4/2023), dengan tujuan “Pencegahan dan Penanggulangan Perkawinan Anak” di Jawa Timur.

Tingginya Angka Perkawinan Anak :

Kepala Perwakilan UNICEF Pulau Jawa Arie Rukmantara menuturkan, program ini dirancang untuk menangani masalah tingginya angka perkawinan anak di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Data Kemenag Provinsi Jawa Timur tahun 2022, terdapat kurang lebih 15.090 perkara dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama di Provinsi Jawa Timur. Untuk rincian jumlah putusan pengadilan terbanyak terdapat di Jember sebanyak 1.388 kasus dan disusul Malang sebanyak 1.388 kasus.

“Setidaknya 80 persen kasus disebabkan oleh kehamilan remaja, sedangkan 20 persen sisanya merupakan kasus yang diakibatkan oleh kemiskinan keluarga,” kata Arie.

Ia menambahkan, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkawinan anak seperti kurangnya akses terhadap pendidikan, terbatasnya akses terhadap informasi mengenai usia sah untuk menikah, praktik dan ketidaksetaraan budaya, termasuk norma gender yang merugikan, kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan mengasuh anak yang buruk, dan salah tafsir terhadap ajaran agama.

Program BERANI II, katanya, telah diresmikan ditingkat nasional di January 2024 dan akan dilaksanakan sampai dengan December 2027 ditingkat nasional dan daerah. Untuk sebarannya ada di 26 kabupaten/kota di 14 provinsi, termasuk 2 kabupaten intervensi bersama UNFPA, UNICEF and UN Women, yaitu di Kabupaten Jember dan Kabupaten Lombok Timur, untuk mengembangkan dan membuktikan model program yang sukses untuk direplikasi di tingkat nasional.

Arie menambahkan, UNICEF mengapresiasi kebijakan Provinsi Jawa Timur dan peraturan yang kuat untuk melindungi anak dari kekerasan dan praktik berbahaya, termasuk  Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Sistem Penyelenggaraan Perlindungan Anak, dan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

Namun, kasus perkawinan anak di Jawa Timur jumlahnya masih tinggi, utamanya berada di Kab. Jember dan Kab. Malang. Praktif perkawinan siri dan yang tidak tercatat lainnya yang sangat merugikan anak-anak, terutama anak perempuan dan perempuan pada umumnya. “Makanya upaya pencegahan dan penanggulangan kasus perkawinan anak di Jawa Timur, diperlukan tindakan strategis, inovatif, komprehensif dan berkelanjutan,” ucapnya.

Upaya Mengakhiri Perkawinan Anak :

Sementara itu, Ketua LPA Jawa Timur Anwar Solihin mengatakan, program BERANI phase II di Jawa Timur ini dimulai April 2024 hingga Desember 2025. Program ini diharapkan dapat mendukung pemerintah mengatasi kendala dalam upaya mengakhiri perkawinan anak. Caranya dilakukan strategi bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk memperkuat regulasi dan kelembagaan pencegahan perkawinan anak.  Termask juga memperkuat aksesibilitas, kapasitas dan perluasan lembaga pelayanan di kecamatan sampai ke desa.

Ditambah lagi penguatan peran fasilitator masyarakat terlatih dalam deteksi dini, pola asuh positif, dan rujukan kasus. Serta juga dilakukan penguatan pengorganisasian anak dan remaja sebagai agen perubahan dan teman sebaya untuk mendidik dan memahami hak seksual atau kesehatan reproduksi. “Sekaligus memperkuat dan memperluas jaringan atau kemitraan antara pemerintah, LPA daerah, akademisi, LSM, lembaga pentahelix dan pemangku kepentingan perlindungan anak,” kata Anwar.

Anwar melanjutkan, LPA Jawa Timur dan UNICEF berkerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Perguruan Tinggi serta lembaga-lembaga lainnya untuk mendampingi Kabupaten Jember dan Kabupaten Malang dalam pencegahan dan penanggulangan perkawinan anak. Selain itu, pada 23-25 April juga ada Workshop Penyamaan Persepsi dan review Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan dan Penanggulangan Perkawinan Anak di Provinsi Jawa Timur, khususnya Kabupaten Jember dan Malang.

“Melalui program BERANI II ini, diharapkan terbangun komitmen bersama dan dapat mewujudkan Provinsi-Kabupaten Nol Perkawinan Anak, khususnya di Kabupaten Jember dan Malang,” tegasnya. (yok)

Related Articles

Back to top button