SURABAYA – HKNews.info : Memasuki pertengahan bulan Juli 2019, jelang musim kemarau, ketika suhu udara dingin melanda Surabaya dan seantero Jawa Timur, mendadak harga cabai rawit melonjak. Kenaikan harganya bahkan terasa cukup signifikan. Namun Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, Hadi Sulistyo, menyebut kenaikan harga cabai ini terjadi karena produksi cabai sedang turun, dan stok cabai menipis.
“Bulan Juli ini produksinya menurun sehingga stok yang ada di lapangan itu kurang, jadi harganya naik, ini kan hukum pasar,” tutur Hadi, kepada wartawan, Kamis (18/7). Menurutnya, produksi cabai dalam setahun tidak bisa secara simultan tinggi. Contoh di bulan April produksi cabai di Jawa Timur over suplai mencapai 77.171 ton, tapi menurun di bulan Mei hanya 32.126 ton dan turun lagi di bulan Juli hanya 17.353 ton.
“Agustus nanti kita prediksi produksi cabai kita mencapai 25.666 ton, ini yang bisa diharapkan untuk bisa kembali menstabilkan harga,” katanya, seraya menambahkan, penurunan produksi cabai pada bulan ini tidak dipengaruhi oleh datangnya musim kemarau. “Itu pengaruhnya kecil sekali, karena cabai tidak terlalu membutuhkan air,” tambahnya.
Yang jelas, prakiraan produksi cabai di Jawa Timur sepanjang tahun 2019 mencapai 364.887 ton, sedangkan konsumsi masyarakat hanya 64.000 ton.
Sementara itu di Blitar, harga cabai rawit di pasar tradisional tembus hingga Rp. 65.000,- /kg. Kondisi ini memaksa warga membeli cabai rawit kering untuk memasak sehari – hari, karena harganya lebih murah berkisar Rp. 55.000,-/kg sampai Rp. 60.000,-/kg.
Warga punya cara sendiri untuk memasak cabai rawit kering, yakni direndam dulu dengan air panas baru kemudian digunakan untuk memasak.
Di Pamekasan, sumber HKNews menyebutkan harga cabai rawit tidak stabil meski cenderung melonjak pada kisaran Rp 68.000,-/kg. Dalam beberapa pekan terakhir, harganya terus mengalami kenaikan secara bertahap dengan selisih yang cukup fantastis. (her)