Guru Besar Termuda UINSA Beri Formula Atasi ISIS
Surabaya, HKnews – Setelah menunggu beberapa bulan dari terbitnya surat keputusan pengangkatan, akhirnya Prof Akh Muzakki, MAg Grand, Dipl, SEA, MPhil, PhD resmi menjadi guru besar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.
Sejatinya, surat keputusan pengangkatan Muzakki sebagai guru besar sebenarnya telah keluar sejak Oktober 2014, namun karena berbagai kendala, pengukuhan baru bisa dilakukan Rabu, 15 Maret 2015.Dia dikukuhkan sebagai guru besar bidang sosiologi pendidikan. Dalam jajaran guru besar di UINSA, Muzakki menempati urutan ke-49 dan menjadi guru besar termuda. “Jadi profesor itu takdir,” kata Muzakki.
Dalam acara pengukuhannya, pria yang juga Sekretaris Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jatim ini menyampaikan pidato berjudul “Instrumentasi Nilai dalam Pembelajaran (Perspektif Sosiologi Pendidikan Karakter)” di hadapan ratusan civitas akademik UINSA.
Muzzaki mengkritisi dunia pendidikan di Indonesia yang dinilia pendidikan karakternya lemah dan tidak efektif. “Pengembangan karakter individu anak harus didorong melalui pendidikan, tapi di Indonesia tidak efektif, karena nilai yang diajarkan sangat abstrak,” kritik Muzakki.
Dalam mengajarkan karakter, menurut Muzakki harus dibarengi dengan nilai baik dan dengan menggunakan media yang populer. Bentuknya, bisa dengan kata-kata hikmah atau kata-kata mutiara. Selain itu, musik dan lagu juga bisa dijakan alat untuk mengajarkan karakter.
“Misalnya mengajarkan Aswaja ala Habib Syeck dilakukan dengan menyebut Aswaja iku qunut subuh, Aswaja iku adzan loro dan sebagainya. Jika ini dilakukan pasti akan mudah mengena di anak-anak,” contoh Muzakki.
Selain masalah pendidikan karakter, dalam pidatonya Muzakki menyinggung masalah yang saat ini tengah hangat diperbincangkan yaitu terorisme terkait dengan gerakkan ISIS. Ditegaskannya untuk melawan pemerintah harus melibatkan ormas dan kampus secara bersama-sama.
Kasus ISIS itu tidak bisa dilawan hanya dengan hukum positif semata, karena mereka yang berjihad itu akan bisa mengorbankan apapun, baik harta maupun jiwa pun siap dikorbankan. “Teroris itu sama halnya dengan korupsi, yakni kejahatan yang luar biasa atau extraordinary crime, sehingga perlu penanganan super-ekstra. Kita tidak bisa mengandalkan hukum positif semata, tapi hukum itu tidak bisa mematikan ideologi. Penanganannya haruslah menyertakan problem kultural dengan pendekatan perspektif sosial dan agama, karena itu pemerintah harus melakukan langkah-langkah yang mengajak ormas dan kampus,” terang Muzakki.
Bahkan, alumnus magister dan doktoral di The Australian National University (ANU) Canberra, Australia itu menilai Jawa Timur itu merupakan “sarang empuk” bagi pengembangan ideologi-ideologi baru, karena kota besar akan memungkinkan seseorang mengalami keterpurukan sosial dan keterpurukan ekonomi.
“Jadi, teroris itu bukan masalah mudah, karena kasus itu membuktikan bahwa antara Islam dan negara itu masih belum menyatu di semua komponen masyarakat. NU mungkin sudah selesai dengan NKRI, namun di luar NU masih banyak kelompok-kelompok yang tidak mau NKRI, termasuk enam warga Surabaya yang ke Turki itu,” ungkapnya.
Untuk mendorong kelompok di luar NU itu mau berdiskusi tentang NKRI, tentu perlu ada pengentasan mereka dari keterpurukan ekonomi dan sosial. “Karena itu, terorisme dan radikalisme itu harus dihadapi secara bersama antara pemerintah, ormas, dan masyarakat,” katanya dalam acara yang juga dihadiri Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) Prof Nur Syam.
Sumber: antara jatim