Halo SurabayaHeadlinePolitik

Rakor Cagar Budaya Digelar, Komisi D Ingatkan Tentang Warisan Sejarah Kota Pahlawan

SURABAYA – HKNews.info : Diungkapnya status bangunan (sudah terbongkar rata tanah) di kawasan Perumahan Jalan Raya Darmo, Surabaya, bahwa bangunan tersebut “bukan bangunan Cagar Budaya”, oleh TACB (Tim Ahli Cagar Budaya), tidak menyurutkan niat Komisi D DPRD Kota Surabaya untuk tetap menggelar rapat koordinasi (Rakor).

Hari Kamis siang (26/06/2025) digelar rapat koordinasi terkait bangunan yang masuk kawasan cagar budaya (ditetapkan sejak tahun 1998), dengan pimpinan rapat Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dan menghadirkan para pihak terkait. Maka meluncurlah berbagai kritik tajam terhadap pemerintah kota dan tak ketinggalan juga Tim Ahli Cagar Budaya, dari para anggota Komisi D.

Antara lain, dr. Michael Leksodimulyo, yang dengan tegas menyatakan bahwa tindakan pembongkaran tersebut adalah pelanggaran serius. Meski bangunannya memang tidak masuk dalam daftar bangunan cagar budaya, namun lokasi yang menjadi kawasan cagar budaya tetap memiliki perlindungan hukum yang kuat.

“Cagar budaya itu bukan cuma benda atau bangunan, tapi juga kawasan. Ini sudah jelas dilanggar. Pemilik bangunan tidak punya izin pembongkaran, tidak ada rekomendasi dari Dinas Perumahan, tidak ada izin dari DPMPTSP, bahkan tidak ada konsultasi ke Tim Ahli Cagar Budaya (TACB),” tegasnya.

Michael memperingatkan bahwa jika pelanggaran seperti ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk. Ia mengungkap bahwa ada dua bangunan lagi di kawasan tersebut yang sudah diincar jadi industri food and beverage. “Kalau tidak ada tindakan tegas, kawasan bersejarah kita bisa habis satu per satu,” tandasnya.

Ia juga mendorong Pemkot Surabaya untuk segera membentuk Tim Pengelola Kawasan Cagar Budaya (TPKCB) yang berisi ahli arsitektur, sejarah, arkeologi, dan teknik sipil. Selain itu, ia meminta percepatan pengesahan Raperda tentang Perlindungan Cagar Budaya. “Selama ini tidak ada sanksi yang benar-benar tegas. Harus ada daya pukul hukum yang bisa memberi efek jera,” pungkasnya.

Senada, Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, turut menyuarakan kekecewaannya. Ia menegaskan bahwa pembongkaran tersebut jelas menabrak aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. “Sebelum ada pembongkaran, harus ada izin wali kota dan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya. Tapi faktanya, mereka cuma punya SKRK (Surat Keterangan Rencana Kota), itu tidak cukup. Ini jelas pelanggaran serius,” tegasnya. Ia menilai Pemkot kecolongan karena pembongkaran sudah berjalan sebelum izin lengkap.

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya, Dr. Ir. RA. Retno Hastijanti. M.T, menjelaskan bahwa persoalan ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara bangunan tua dan bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya.

“Tidak semua bangunan kuno otomatis jadi cagar budaya. Penetapan itu ada prosesnya, harus ada nilai sejarah, budaya, atau arsitektur. Tapi bila hanya berada di kawasan pun semestinya tetap punya perlindungan hukum,” ujarnya.

Retno menambahkan bahwa lemahnya pengawasan dan kurangnya sosialisasi membuat pelanggaran semacam ini kerap terjadi. Ia menegaskan pentingnya monitoring ketat dan adanya edukasi kepada masyarakat dan pemilik bangunan.

Di pihak lain, Perwakilan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Heri Purwadi, mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun data digital kawasan cagar budaya. “Nantinya siapapun bisa mengakses, klik peta digital dan tahu mana saja kawasan cagar budaya beserta status bangunannya,” ujarnya. Menurut Heri, memang diperlukan peningkatan pengawasan, bahkan sampai patroli dini hari demi menjaga kawasan heritage tersebut.

Dari Bappedalitbang, Fajar mengungkapkan terkait pengelolaan kawasan cagar budaya harus mengikuti tahapan yang ketat. “Kejadian ini bisa jadi pelajaran. Ke depan, tidak boleh lagi terjadi. Apalagi, kawasan itu sudah jelas diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2023,” katanya.

Sedangkan perwakilan DPMPTSP, Yohanes, menjelaskan bahwa setiap bangunan yang berada di kawasan cagar budaya wajib memiliki rekomendasi pembongkaran sebelum mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). “Faktanya, bangunan di Jalan Dr. Soetomo itu belum punya rekomendasi apapun. Artinya, kalau dibilang melanggar aturan, ya jelas melanggar,” ujarnya. Ia mengaku pihaknya hanya memproses SKRK, bukan izin pembongkaran.

Kasus ini membuka mata semua pihak terkait perbedaan bangunan cagar budaya dan kawasan cagar budaya yang belum banyak diketahui masyarakat, serta lemahnya perlindungan dan pengawasan cagar budaya – cagar budaya tersebut di Surabaya. Terbukti masih ada oknum – oknum yang bertindak semaunya tanpa ijin pihak yang berwenang, dan lebih parah lagi tak peduli pada Sejarah. Itu sebabnya dewan mendesak adanya aturan yang tegas berikut sanksi hukum tanpa pandang bulu, demi melindungi warisan sejarah Kota Pahlawan. (yok)

Related Articles

Back to top button