Gelar Rakor Layanan CC 112, Komisi D DPRD Surabaya Minta Pembenahan Sistem Layanan

SURABAYA – HKNews.info : Rapat Koordinasi Komisi D DPRD Kota Surabaya, Senin (7/7/2025), dengan genda evaluasi pelayanan darurat Command Center 112, menghadirkan para pejabat dari beberapa instansi Pemerintah Kota Surabaya. Antara lain, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Komunikasi dan Informatikan, Dinas Perhubungan, serta Satpol PP Kota Surabaya.
Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, yang memimpin langsung Rakor ini, mengungkapkan masih banyaknya keluhan masyarakat terkait lambannya pelayanan panggilan darurat melalui CC 112. Antara lain, soal telepon yang tidak segera direspon, atau direspon tapi petugas meminta pelapor yang nota bene warga kota, agar menunggu hingga satu jam lebih. Menurut dr Akma, hal ini perlu dilakukan pembenahan system pelayanan tanggap darurat.

Komisi D menyoroti keberadaan Tim Gerak Cepat (TGC) yang saat ini beroperasi di bawah koordinasi Dinas Kesehatan. Meski telah memiliki tujuh posko, jumlah tersebut dinilai belum memadai, terutama di kawasan Surabaya Barat. Dalam rapat tersebut, diusulkan penambahan tiga posko TGC di wilayah barat dan satu posko tambahan di pusat kota, guna meningkatkan kecepatan dan efisiensi waktu tanggap darurat.
Menurut dr. Akmarawita, pelayanan TGC sejauh ini masih terkendala sistem rujukan pasien yang tidak merata. “Tidak jarang tim lapangan mengalami kebingungan untuk menentukan rumah sakit rujukan karena kurangnya integrasi data dan informasi fasilitas Kesehatan,” tutur dr Akma, yang dikonfirmasi awak media usai Rakor.
Oleh karena itu, lanjutnya, kita mendorong adanya kerja sama menyeluruh antara Pemkot Surabaya dengan seluruh rumah sakit, baik negeri maupun swasta, dalam satu sistem terpadu.
Ia menekankan pentingnya rumah sakit menerima pasien gawat darurat tanpa diskriminasi, mengingat sistem BPJS di Surabaya sudah berbasis Universal Health Coverage (UHC). Sesuai ketentuan, rumah sakit wajib menerima pasien dalam kondisi darurat tanpa alasan administratif. Bila terjadi penolakan, maka rumah sakit bisa terjerat pidana. Karena itu, kerja sama lintas rumah sakit juga perlu memuat informasi teknis seperti ketersediaan dokter, jumlah ruang ICU, dan kapasitas ruang perawatan, sehingga pasien tidak perlu mengalami pemindahan berulang kali.

Selain itu, layanan puskesmas 24 jam juga disorot karena terbatasnya sumber daya manusia. Banyak puskesmas non-rawat inap tidak memiliki jumlah dokter dan perawat yang memadai. Ketika tenaga medis tersebut ditarik menjadi bagian dari TGC, maka pelayanan di puskesmas terganggu. Untuk mengatasi hal ini, DPRD mendorong penambahan SDM khusus untuk memperkuat TGC tanpa mengganggu operasional puskesmas yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat.
Rapat koordinasi ini menegaskan pentingnya sinergi dan sistem yang benar-benar terintegrasi antar instansi, dari pelayanan di lapangan hingga jaringan rumah sakit dan pusat informasi. Ketua Komisi D menegaskan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ada harus dievaluasi ulang dan diperkuat agar pelayanan Command Center 112 bisa lebih cepat, tepat, dan menjangkau seluruh warga Surabaya dengan setara.
Namun disayangkan, pentingnya evaluasi pelayanan darurat Command Center 112 yang digelar dalam Rapat Koordinasi ini, nyaris terlewatkan oleh pengamatan wartawan yang bertugas meliput berita di DPRD Kota Surabaya. Oleh karena, agenda rapat yang sedianya dilangsungkan pukul 13.00 Wib (sesuai surat undangan dari dewan), ternyata diajukan menjadi sekitar pukul 11.00 Wib.
Kekecewaan para awak media bertambah, ketika Kepala BPBD Kota Surabaya, Irvan Widiyanto, malahan menghindar ketika hendak dikonfirmasi seusai rapat koordinasi. Sedangkan di luar gedung dewan, segenap warga Kota Pahlawan menantikan informasi kesiap-siagaan layanan darurat CC 112 dari instansi terkait dalam koordinasi BPBD, yang bukan saja responsive tapi juga humanis. (yok)