Pansus DPRD Surabaya Soroti Kwalitas Pelatihan dan Minimnya Penyediaan Lapangan Kerja Produktif

SURABAYA – HKNews.info : Gelar Rapat Pansus LKPJ (Panitia Khusus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) DPRD Kota Surabaya, bersama pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Kamis sore (10/04/2025), mengangkat berbagai isu krusial terkait ketenagakerjaan, seperti minimnya upah harian, kwalitas pelatihan kerja, hingga persoalan pengangguran dan penempatan tenaga kerja lokal di Perusahaan – Perusahaan modern.
Rapat dipimpin Ketua Pansus, Budi Leksono, berlangsung dalam suasana serius menanggapi sorotan dari anggota pansus yang vocal dan kritis.
Seperti diungkapkan anggota Pansus, Imam Syafii, yang menyoroti masih rendahnya pendapatan harian masyarakat, khususnya yang bekerja dalam sektor informal atau pasca-pelatihan kerja. Diungkapkan Imam, bahwa sebagian besar masyarakat yang mengikuti pelatihan hanya mampu memperoleh penghasilan sekitar Rp.25.000 per hari.
“Sehari cuma dapat Rp.25.000, itu artinya kalau dihitung sebulan cuma Rp750.000. Padahal mereka bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam. Ini ironis,” ucap Imam dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, Imam juga mengkritisi kondisi peralatan pelatihan yang dianggap tidak layak pakai. “Banyak mesin uji rusak, mesin pengering pun rusak. Jadi, bagaimana hasil pelatihan bisa maksimal kalau alatnya saja tidak mendukung?” tambahnya.
Ia juga menyinggung ketimpangan antara data administratif dan kondisi nyata di lapangan, terutama terkait angka kelulusan pelatihan dan keberhasilan penempatan kerja. “Yang tertulis dan yang terlihat itu berbeda. Secara administratif bagus, tapi realitanya jauh dari harapan,” tegasnya.
Masalah pemerataan tenaga kerja di minimarket juga menjadi sorotan. Imam mempertanyakan kenapa warga sekitar lokasi usaha tidak selalu menjadi prioritas penyerapan tenaga kerja. Padahal, Perda dan Perwali sudah mengatur hal tersebut. Ia menyebut masih banyak pelanggaran yang dibiarkan, termasuk pelanggaran jarak minimarket terhadap pasar tradisional.
“Peraturan bilang minimal jaraknya 500 meter, tapi kenyataannya banyak yang cuma 10 meter. Ini kan jelas-jelas melanggar, tapi dibiarkan saja,” tegasnya.
Tak hanya itu, Imam juga menyoroti maraknya bisnis hiburan malam yang justru makin tumbuh subur di Surabaya. Ia mengaku prihatin jika bisnis semacam itu berkembang tanpa pengawasan, sementara pelatihan kerja dan penyediaan lapangan kerja produktif justru minim.
“Saya lihat sekarang makin banyak rumah buah malam. Bukan masalah bisnisnya, tapi kenapa sektor lain tidak dikembangkan dengan serius seperti ini?” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnaker Surabaya, Rizal Zaenal Arifin, menjelaskan beberapa upaya yang telah dilakukan pihaknya. Salah satunya adalah menjalin kerja sama seleksi tenaga kerja bersama ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret.
“Kami adakan seleksi pegawai bersama langsung di kantor Disnaker. Ini sebagai bentuk sinergi untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal,” jelas Rizal.
Namun ia tak menampik bahwa ada tantangan lain, seperti mental pekerja yang belum siap ditempatkan jauh dari domisili. “Banyak yang mengeluh ketika dipindahkan dari tempat tinggalnya di Rungkut ke tempat kerja di Benowo. Padahal, rotasi ini penting untuk penyegaran,” katanya.
Terkait ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), Rizal menegaskan bahwa pemerintah siap melindungi hak-hak pekerja. “Kalau terjadi PHK, kami pastikan semua hak harus dibayar sesuai ketentuan, termasuk jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan,” ucapnya. Jaminan tersebut mencakup pembayaran 60% dari upah sebulan selama enam bulan, maksimal hingga Rp5 juta per bulan.
Untuk menekan angka pengangguran, Rizal menyebutkan bahwa pemerintah telah menggandeng berbagai pihak, termasuk asosiasi pengusaha seperti ABINDO serta organisasi pekerja, demi menciptakan iklim usaha yang kondusif.
“Kami upayakan tidak ada gesekan atau aksi-aksi yang bisa mengganggu investasi. Kalau usaha berjalan baik, maka lapangan kerja akan tetap tersedia,” ujarnya.
Saat ini, tingkat pengangguran di Surabaya berada di kisaran 4 persen dari total angkatan kerja. Meski angka itu terbilang rendah secara nasional, DPRD menilai angka tersebut masih bisa ditekan dengan sinergi program pelatihan kerja yang lebih adaptif dengan kebutuhan industri saat ini.
Dengan segala tantangan yang dihadapi, DPRD dan Disnaker berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelatihan dan penempatan kerja. Harapannya, masyarakat Surabaya, khususnya usia produktif, benar-benar bisa merasakan manfaat nyata dari kebijakan dan anggaran yang telah digelontorkan pemerintah. (yok)