Jateng Raya

Kupatan Tradisi Syawalan Khas Kota Semarang

SEMARANG – HKNews.info : Syawalan, tradisi yang dirayakan dihari ke-7 atau seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal masih menjadi tradisi yang melekat di beberapa wilayah pulau Jawa.

Sejumlah daerah di Jawa Tengah pun mulai mempersiapkan perayaan tersebut dengan menyiapkan makanan khas Syawalan yakni Ketupat.

Perayaan Syawalan ini dikenal juga dengan nama Lebaran Ketupat (kupatan dalam bahasa Jawa). Perayaan Syawalan sendiri berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Yang unik, di Kota Semarang, terdapat sebuah tradisi Syawalan yang dalam merayakanya disajikan makanan khas berupa Ketupat yang disebut Kupat.

Meski agak nyleneh terkesan saru nama dari tradisi Syawalan yang satu ini, namun sejatinya mempunyai sejarah sehingga dinamai Kupat Jembut.

Lebaran di Kota Semarang rasanya tak lengkap dengan hidangan lebaran yang satu ini. Meski namanya bikin salah fokus, namun menu kuliner yang satu ini sangat dikenal di Semarang.

Kupat yang dibuat dari bungkus daun kelapa muda (janur) lalu diisikan beras sebagaimana kupat pada umumnya.

Yang membedakan, saat penyajiannya, ketupat ini diisi dengan beberapa sayuran antara lain, taoge dan parutan sambel kelapa sehingga nampaklah sarabut taoge dibelahan ketupat tersebut sehingga mirip organ kelamin wanita.

Awalnya, isian ketupat hanyalah taoge karena saat awal tradisi ini dimulai warga hanya punya toge untuk jadi isian ketupat. Namun dalam perkembangannya ditambahkan pula sayuran lain, kubis (kol) dan kacang-kacangan untuk meningkatkan cita rasa Kupat.

Karena di dalamnya sudah ada sayur dan bumbu, Kupat Jembut ini sudah terasa lezat meski tak ditambahkan opor ayam atau sayur bersantan lainnya.

Tradisi Syawalan dengan Kupat ini masih kental dilaksanakan di wilayah Tanjungsari, Pedurungan, Kota Semarang.

Adapun filosofi taoge dan sambal kelapa yang diselipkan dibelahan ketupat melambangkan sebuah kesederhanaan dalam hidup dengan tidak harus selalu bermewah-mewahan.

Sedangkan dibelah tengah dan dimasukkan isi berupa sayuran dimaksudkan bahwa antar warga sudah saling melepas kesalahan dan saling memaafkan.

Meski namanya membuat salah fokus, tradisi kuliner ini ternyata sudah mengakar di Kampung Tanjungsari, Pedurungan Tengah, Semarang sejak puluhan tahun lalu atau sekitar tahun 1950 silam.

Keberadaan Kupat merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah yang diberikan selama bulan Ramadhan.

Kupat Jembut merupakan sebuah simbol kesederhanaan. Sebab, kupat tersebut digunakan untuk merayakan Syawalan, tanpa opor sebagaimana tradisi di Jawa yang identik dengan lontong opor. Mengingat pembuatan kupat ini jelas lebih murah dibanding untuk membuat lontong opor.

Uniknya, tradisi kupat ini hanya ada sekali dalam setahun di Kota Semarang. Lebih tepatnya pada hari H+7 Lebaran atau seminggu setelah Idul Fitri 1 Syawal.

Dalam perkembangannya, untuk memberikan kebahagiaan pada anak-anak biasanya diselipkan uang dalam plastik di dalam Kupat Jembut lalu dibagikan kepada anak-anak yang turut merayakan kebahagiaan Syawalan.

Tradisi menyisipkan uang dalam kupat jembut ini dimulai sejak tahun 2000. Bukan cuma untuk memeriahkan perayaan, tapi pemberian uang ini juga dimaknai sebagai sedekah dan ungkapan syukur atas rahmat Allah SWT sekaligus untuk pelengkap ibadah puasa Ramadhan.

Memang banyak versi penyebutan nama kupat yang satu ini, karena kampung Tanjungsari Pedurungan Tengah ini warganya lebih religius, maka lebih nyaman menyebut Kupat Jembut dengan sebutan Kupat Tauge.

Tradisi unik ini tak hanya di Kampung Tanjungsari. Di sejumlah titik di Kelurahan Pedurungan Tengah juga menggelar hal serupa termasuk di daerah Tanjungsari serta daerah lain yang berada di sisi Timur Kota Semarang. (had/dns).

Foto 1 : Kupat Jatau Kupat Taoge makanan khas yang disajikan dalam merayakan Syawalan di beberapa wilayah Kota Semarang.

Related Articles

Back to top button