HeadlinePendidikan

Mengawal 7 ABK Terbang ke St. Vincent School Liverpool

Catatan Perjalanan Delegasi Pendidikan Surabaya 1

HKNews.info : Tim Delegasi Pendidikan Kota Surabaya tiba di Manchester Air Port sekitar pukul 1 siang, Selasa, (18/06) waktu setempat, dengan penerbangan pesawat Qatar Air Ways. Perjalanan yang menguras tenaga ditambah urusan bagasi dan imigrasi yang lumayan lama, membuat delapan orang pendamping (guru) dan tujuh Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) kelelahan.

 Terlebih, home sick yang dialami beberapa anak juga lumayan menguras waktu, dan energi para pendamping. Ketika masih di bandara Juanda dan Soekarno Hatta, anak-anak masih bisa bercanda ria dengan sesama dan anggota delegasi yang lain. Tapi ketika pesawat sudah jauh meninggalkan Jakarta, maka tangis kerinduan anak-anak mulai terdengar meski terasa samar-samar.

 “Secara bergantian kami berusaha menenangkan anak-anak yang memang baru pertama meninggalkan keluarga ke tempat yang sangat jauh dan dalam waktu yang lama,” kata Supriyanto, anggota Tim Delegasi Pendidikan Surabaya yang mendampingi anak-anak, Senin (24/6).

 Urusan membujuk anak-anak agar mau makan selama di pesawat pun juga menguras cukup banyak waktu, tenaga para pendamping. Berbagai taktik dan strategi pun dikerahkan oleh para pendamping, agar anak-anak mau makan. Bahkan, kata Supriyanto, kadang mereka juga harus diperlakukan seperti anak yang baru lulus TK.

 “Kami ajak lomba makan, yang paling cepat selesai jadi juara. Kadang kami bilang, “Yang ini enak lho, kalau tidak dimakan nanti saya ambil lho!” Alhamdulillah, akhirnya berhasil juga, mereka mau makan meski kadang tidak habis satu porsi. Minimal perutnya terisi dan tenaganya bisa dipulihkan serta bisa istirahat, tidur di pesawat,” ujarnya.

Pentingnya Layanan Priority Bagi Penumpang ABK

 Namun demikian, Supriyanto mengungkapkan, nama besar Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sangat membantu memperlancar perjalanan rombongan. Sebelumnya, Wali Kota Risma meminta pihak Qatar Air Ways untuk memberikan layanan priority kepada tim delegasi Pendidikan Surabaya. Begitu juga kepada pihak Garuda.

 “Semua urusan kami sebagai penumpang dibantu hingga kami masuk ke dalam pesawat. Meskipun demikian, rasa lelah itu tetap saja menghampiri kami semua. Apalagi ketika sudah mendarat di Manchester Air Port kami harus antri di Imigrasi tanpa ada pendampingan lagi, semua harus mandiri,” cerita Supriyanto yang juga menjabat sebagai Staff Kurikulum SMPN 40 Surabaya ini.

 Supriyanto menyebut, tiga anggota delegasi yang menjadi pendamping anak-anak, sebelumnya sudah pernah menjalankan tugas yang sama di Korea Selatan. Namun demikian, ternyata kondisi di Korea Selatan sangat berbeda dengan saat bertugas ke Inggris kali ini. Saat ke Korea Selatan, komunikasi dengan Surabaya hanya terputus saat di pesawat saja. Sementara di semua bandara dan fasilitas public lainnya ada Wifi yang bisa diakses gratis dengan mudah.

 Akan tetapi, kata dia, saat bertugas ke Inggris ini, semua jalur Wifi tidak ada yang bisa terkoneksi dengan gadget anggota delegasi. Baik saat di Bandara Abu Hamad, Doha, Qatar maupun saat di Bandara Manchester. “Alhamdulillah saat mampir ke Toilet bertemu dengan dua orang Doktor, dosen dari Marwadewa Denpasar Bali yang merupakan Alumni Kampus di Manchester. Dengan bantuan mereka, kami bisa berkomunikasi dengan otoritas Imigrasi Inggris dan mendapatkan layanan priority lagi,” ungkapnya.

 Kalau tidak memperoleh layanan priority lagi, Supriyanto bersama pendamping lain mungkin saja tak tahu lagi harus berbuat apa, karena tangis salah satu siswa sudah bukan lagi bergemuruh, tapi meraung-raung. Home Sick benar-benar telah merebut keceriaannya sejak meninggalkan tanah air. (Humas Pemkot Sby)

Related Articles

Back to top button