Meraih Mimpi di Kampung Anak Negeri
Banyak pihak memandang sinis anak jalanan atau anak dengan problem kenakalan remaja. Namun tidak demikian dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Di mata pemkot, setiap anak punya potensi. Untuk itu, pemkot mendirikan Kampung Anak Negeri, dimana setiap anak berhak meraih mimpi.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kampung Anak Negeri berdiri di atas lahan seluas 50×40 meter di Jalan Wonorejo Timur No. 130. Sekilas, bangunan tersebut mirip sekolah pada umumnya. Namun, yang membedakan, ternyata di dalamnya ada 6 kamar. Masing-masing kamar berisi 6 hingga 7 tempat tidur yang tertata rapi. Di tempat itulah, Pemkot Surabaya membina, serta merawat anak-anak jalanan, anak putus sekolah, hingga anak dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), agar memperoleh kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Saat ini, Kampung Anak Negeri dihuni oleh 35 anak yang semuanya laki-laki. Rentang usia mereka 8 hingga 18 tahun. Anak-anak itu datang dari latar belakang yang beragam. Ada yang datang dari keluarga yang bermasalah, hingga anak-anak yang terpengaruh pergaulan yang salah sehingga terlibat kasus kenakalan remaja.
Kepala UPTD Kampung Anak Negeri Surabaya Naniek Winarsih menjelaskan alur masuknya penghuni. Umumnya, penghuni berawal dari razia Satpol PP. Mereka lantas disurvei lebih dalam oleh Dinas Sosial Kota Surabaya untuk diketahui lebih dalam kondisi ekonomi dan problem keluarganya. Namun, ada pula yang merupakan hasil dari penjangkauan aparat kelurahan dan kecamatan yang melakukan outreach anak-anak terlantar di wilayahnya.
Setelah ‘resmi’ menjadi penghuni Kampung Anak Negeri, anak-anak tersebut didampingi oleh 3 orang pembina. Mereka dididik menjadi disiplin serta diberikan pelatihan-pelatihan sesuai minat dan bakatnya, misalnya pelatihan kesenian, olahraga dan wirausaha.
Naniek berharap, pihaknya bisa membangun kemandirian anak-anak jalanan. Selain pendidikan dan pelatihan, anak-anak juga dibuat nyaman dengan fasilitas yang memadai. Mulai dari kamar yang nyaman, studio musik, sarana olahraga, ruang serba guna hingga pemenuhan kebutuhan nutrisi anak. “Kalau makan semua tercukupi. Mereka makan tiga kali sehari. Juga dapat snack, susu dan kacang hijau,” terang Naniek.
Tak hanya itu, setiap hari anak-anak juga diberikan fasilitas antar jemput ke sekolah. Namun, ada juga yang naik sepeda sendiri. Untuk yang masih menempuh pendidikan SD dan SMP sekitar 25 anak. Sisanya menempuh pendidikan melalui kejar paket.
Pola atau metode yang diterapkan Pemkot Surabaya melalui Kampung Anak Negeri terhadap anak-anak jalanan mulai menunjukan hasil. Kini, banyak dari mereka yang telah lulus sekolah dan mendapat kerja. Bahkan, tidak sedikit yang berhasil menorehkan berbagai prestasi di bidang olahraga, baik tingkat regional maupun nasional. Seperti Ari Mukti (14), yang pernah meraih juara satu pertandingan tinju kelas 38 kilogram, Kejurda Tinju Amatir Yunior Youth se-Jawa Timur tahun 2017, serta juara 1 lomba Balap Sepeda KONI Surabaya tahun 2017. Sementara dari cabang silat, Muhammad Hasyim (14), juga pernah meraih juara 1 tapak suci usia dini, se-Kota Surabaya. Marfel Maulana (7), pernah meraih juara tiga Kejuaraan Balap Sepeda MTB Piala KONI Kota Surabaya. Prestasi serupa juga pernah diraih Luhur Aditya Prasoja (16). Dia pernah meraih juara 2 Kejuaraan Balap Sepeda Usia Dini Seri ke-3 Trophy Ketua ISSI Jawa Tengah.
Dokter Tiwik Koesdiningsih, Sp.KJ (K) Psikiater Anak dan Remaja RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Pemkot Surabaya. Menurut dia, anak-anak dalam masa tumbuh-kembang memang perlu mendapatkan bimbingan dan naungan agar mempunyai kedewasaan mental dan sosial.
“Saya apresiasi upaya-upaya Pemkot Surabaya dalam mengupayakan mendidik anak-anak jalanan. Pola yang diterapkan tentunya mendidik disiplin tetapi tetap fun, sehingga membuat anak-anak kerasan dan patuh,” kata Tiwik.
Pada kesempatan berbeda, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meyakini bahwa tidak ada istilah anak nakal. Menurut Risma -sapaan Tri Rismaharini-, yang ada hanyalah anak yang salah pergaulan atau anak yang punya masalah. Oleh karenanya, untuk mengurai problem tersebut, maka diperlukan upaya mencari akar masalah yang dialami oleh anak tersebut. Untuk itu, negara, dalam hal ini Pemkot Surabaya, melalui Kampung Anak Negeri, hadir guna memecahkan masalah yang dialami oleh anak-anak di Surabaya.
“Setiap anak berhak untuk berhasil. Mereka berhak untuk menggapai mimpinya. Mari kita semua mendukung anak-anak Surabaya untuk berhasil dan berprestasi,” kata Risma.
Dari Pengamen Menjadi Juara Balap Sepeda
Salah satu penghuni Kampung Anak Negeri adalah Ari Mukti. Remaja berusia 14 tahun ini, telah tinggal dan dirawat di Kampung Anak Negeri sejak 2016. Ari awalnya merupakan seorang pengamen yang ditertibkan oleh Satpol PP Surabaya. Setelah dilakukan outrech oleh dinas sosial, hasil di lapangan menunjukkan kondisi ekonomi keluarga Ari kurang mampu. Hal itu menyebabkan dia mengalami putus sekolah dan memilih mencari uang dengan menjadi pengamen.
Sejak tinggal di Kampung Anak Negeri, Ari mulai menjalani aktivitas seperti anak-anak normal pada umumnya. Pergi ke sekolah, bermain, dan menempuh pendidikan agama seperti mengaji. Tak hanya itu, di Kampung Anak Negeri, Ari juga diarahkan untuk menekuni bakat dan minatnya. Tak pelak, di tahun 2017 remaja 4 bersaudara ini pernah meraih prestasi juara 1 Balap Sepeda KONI Surabaya. “Kalau sekarang sedang persiapan untuk lomba Porprov Balap Sepeda Velodrome di Bandung tanggal 27 April 2019. Kalau tahun 2017 kemarin, dapat juara satu lomba balap sepeda KONI Surabaya,” kata Ari.
Walaupun berasal dari keluarga kurang mampu, namun Ari juga punya cita-cita yang tinggi. Ia ingin menjadi seorang TNI AL, supaya bisa mengubah kehidupan dan masa depannya lebih baik. Sejak tinggal di Kampung Anak Negeri, Ari mengaku senang bisa belajar cara hidup disiplin. “Kalau di sini, senangnya masa depan terjamin. Hidup ndak umbar-umbaran lagi dan lebih teratur. Setiap hari bisa sekolah, sholat lima waktu dan juga diajari ngaji,” pungkasnya.(adv)