Halo SurabayaHeadlineHukrim

Lagi, CitraLand Dituding Serobot Tanah Warga

Petok Masih Ada, Kok Bisa CitraLand Kantongi Sertifikat HGB  ? 

SURABAYA – HKNews.info :  Untuk kesekian kalinya manajemen Perumahan Elite CitraLand Surabaya dihujat oleh warga gara – gara kasus ‘penyerobotan’ tanah.

Kali ini mencuat dari Mujiono, satu dari lima ahli waris Manito P. Pudji, pemilik tanah di Kelurahan Made, Kecamatan Lakarsantri, dengan dasar Petok No.428 Persil 144, kelas S-1 seluas 4.310 meter persegi, luas ukur lapangan 4.980 meter persegi, yang sudah diplot dan dikuasai pihak CitraLand di area Water Park.

Peristiwanya meledak pada hari Kamis (14/06) pagi sekira pukul 09.00 wib di kawasan Water Park CitraLand, dimana Mujiono dengan saudara – saudaranya dan warga lainnya datang dengan satu truk bermuatan bambu, bermaksud  hendak memagari wilayah tanah milik orang tuanya di kawasan itu yang dikuasai pihak CitraLand. Tapi Mujiono dan ahli waris tidak datang berunjuk rasa begitu saja, melainkan didampingi dua orang kuasa hukumnya, masing – masing Advokat Dr. Oscar Wijaya, SH. MM dan Advokat Fran Lutfi Rahman, SH. MH.

Kejadiannya bahkan nyaris caos di hadapan aparat keamanan yang sejak pagi sudah siaga di lokasi. Antara lain, Kapolsek Lakarsantri Kompol Dwi Heri S dan anggotanya, Danramil serta Lurah setempat.

Di hadapan Kapolsek Kompol Dwi Heri S, di lokasi sengketa, Advokat Fran Lutfi Rahman SH MH menegaskan, bahwa sebelumnya sudah dilakukan tiga kali pertemuan dengan pihak CitraLand yang selalu berjanji – janji saja untuk membayar para ahli waris namun kenyataannya tidak juga membayarnya. Sehingga, menurutnya, para ahli waris menderita kerugian lebih dari seratus milyar rupiah.

Meskipun ditunjukan copy Sertifikat HGB No.5686 tertanggal 23 Nopember 2016 yang menjadi dasar CitraLand menguasai tanah tersebut, namun Advokat Fran Lutfi Rahman menuding sertifikat itu diperoleh tidak dengan prosedur yang sah menurut hukum. “Kami ini membela masyarakat yang terzolimi oleh CitraLand. Kalau sudah punya sertifikat, ngapain CitraLand mengatakan mau bayar…? Sudah tiga kali pertemuan dengan negosiasi Rp 20 juta permeter nya…..,” ungkap Fran. A(Baca juga : “Ahli Waris Tidak Terima Sepeserpun Dari CitraLand”)

Tidak hanya itu, bukti lain ditunjukkan Fran adalah copy surat CitraLand (PT Ciputra Surya Tbk) nomor : 022/CE/aw/LGL/CPS/IX-14, tertanggal: Surabaya, 2 September 2014. Surat yang ditanda tangani oleh Dirtektur PT Ciputra Surya Tbk, Ir Sutoto Yakobus, dan ditujukan kepada Lurah Made, itu intinya menyatakan bahwa pihak CitraLand tidak memiliki tanah dengan dasar Petok No.428 Persil 144, kelas S-1 seluas 4.310 meter persegi, luas ukur lapangan 4.980 meter persegi, tersebut atas nama pemilik Manito P. Pudji.

Alas dasar petok yang asli bernomor 428 Persil 144, kelas S-1 seluas 4.310 meter persegi, luas ukur lapangan 4.980 meter persegi, tersebut atas nama pemilik Manito P. Pudji, juga ditunjukkan Fran, dalam kondisi bersih tidak ada coretan sama sekali, sesuai dengan buku Leter C desa, yang dibenarkan pihak Lurah setempat.

“Kalau mau berurusan hukum secara benar, tunjukkan aslinya seperti ini….jangan cuma copy nya saja !” bentak Fran, karena dari pihak CitraLand yang menghadapi warga ahli waris pemilik tanah dengan para kuasa hukumnya, hanya menunjukkan copy Sertifikat HGB No.5686 tertanggal 23 Nopember 2016.

Sementara itu Kapolsek Lakarsantri Kompol Dwi Heri S, dikonfirmasi HKNews secara terpisah mengatakan, kita tetap berpegang pada ketentuan yang ada, bahwa kami dalam melindungi dan melayani semua masyarakat, tetap berpegang kepada landasan hukumnya. Kalau landasan itu salah silakan melakukan proses gugatan di pengadilan.

“Kita di sini hanya melakukan pengamanan wilayah saja, menurut saya landasan hukum pihak CitraLand berupa sertifikat itu jelas sudah kuat karena, bukti materinya sudah ada,” katanya, seraya menambahkan, bahwa jika ahli waris melakukan pemagaran itu tegas saja ya dilarang…sudah jelas itu,” katanya.

Jadi, lanjut Kompol Dwi Heri, silakan melakukan proses hukum dulu…secara perdata dan sebagainya, dan bukannya memagar. Kalau melakukan pemagaran berarti kan itu sudah mengklaim sebagai pemiliknya dan merasa benar, dan pihak lain tidak benar….lha kan tidak bisa begitu sebelum melakukan proses hukum sesuai ketentuan yang ada. Sepanjang tidak ada perintah eksekusi dari keputusan pengadilan terhadap obyek tersebut, ya jangan melakukan pemagaran. Jadi harus ada kepastian hukum dulu sebagai dasarnya.

“Saya mengimbau agar masing – masing pihak bisa menahan diri dan semua persoalan itu kita tempuh dengan cara – cara yang legal dalam proses hukum,” tambahnya, seraya menyatakan siap apabila digugat karena sudah menjadi tugasnya mengamankan wilayah. “Ibarat kaki kiri di rumah sakit kaki kanan di kuburan itu sudah biasa dalam tugas,” pungkasnya. (yok)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button